Ilustrasi Gadis Desa / Meta AI

Kisah Gadis Desa Terjebak Komplotan Aplikasi ‘Hijau’ di Kota Jambi

JAMBI, bungopos.com – Ini adalah tahun ketiga aku tinggal di Kota Jambi. Siapa aku? panggil saja Melati (bukan nama sebenarnya), tahun ini usiaku 21 tahun, aku adalah gadis desa yang terjebak komplotan ‘hijau’ di Kota Jambi.

Saat tamat SMA negeri di salah satu kecamatan di kabupaten dalam Provinsi Jambi, aku langsung memilih merantau ke Kota Jambi. Berasal dari keluarga tidak mampu, ayah dan ibu hanya buruh tani, membuat aku berpikir keras untuk bisa keluar dari kemiskinan.

Sejak duduk di kelas 11 atau kelas 2 SMA, saat berusia 17 tahun aku sudah punya mimpi, aku ingin sekali bekerja di toko di mal besar, memakai sepatu Converse, punya iphone dan bergaya seperti anak-anak kota yang keren. 

Dan sejak itu pula aku punya tekad, nanti saat tamat SMA aku harus pergi merantau ke Kota Jambi. Jarak desa tempat tinggalku ke kota provinsi ini sekitar enam jam perjalanan naik travel.

Ya, aku memang anak desa yang tinggal di pelosok negeri, saking pelosoknya, jika datang musim hujan kami tidak akan bisa pergi ke pusat kabupaten. Aku capek jadi orang desa, aku harus merantau ke kota, itulah tekad ku sejak dulu.

Dan akhirnya waktu itu pun tiba. Berkat bantuan kakak kelasku yang lebih dulu merantau ke Kota Jambi, sebulan setelah ujian nasional, aku akhirnya bisa juga menapakkan kaki untuk pertama kalinya di kota ini.

Dua minggu di sini, aku langsung dapat kerja, sungguh senang bukan kepalang, aku diterima sebagai pegawai bagian penjualan di salah satu toko ponsel. Kata manager yang merekrut, wajahku manis, kulitku bersih untuk ukuran orang desa yang belum sampai sebulan tinggal di kota, mataku bersinar, dan senyumku ramah. Ia menaruh harapan aku bisa merayu banyak konsumen pembeli produk ponsel di toko yang baru buka itu. 

Sebulan bekerja, aku pun menerima gaji pertamaku yang waktu itu Rp1,8 juta. Lumayan untuk ukuran anak desa yang tidak pernah memegang uang banyak. Gaji itu cukup untuk membayar uang kos, makan dan membeli baju baru.

Memasuki bulan keenam bekerja, aku akhirnya bisa membeli sepatu Converse original impianku, warnanya merah, aku sampai membawa sepatu baru itu ke dalam selimut dan membawanya tidur sampai pagi, saking senangnya. 

Aku juga membeli beberapa lembar baju baru dan celana baru, aku merasa mulai semakin keren.  Aku juga sudah mampu membeli skincare racikan walau itu bukan racikan dokter tapi racikan abal-abal penuh merkuri, mukaku juga semakin mulus. 

Setiap konsumen yang datang ke toko, juga suka aku layani. “Kamu itu cantik dan ramah, makanya semua senang kamu,” itu kata managerku. Aku juga mulai merasa banyak sekali mata memandang ke arahku kalau sedang main ke Jamtos atau WTC. Sejak itu aku semakin sadar, ternyata aku si anak desa ini sudah menjelma menjadi gadis cantik di kota yang besar ini. 

Setahun di Kota Jambi, aku mulai merasa, kelebihan yang aku miliki tak terlalu berdampak terhadap perekonomianku. Gaji yang kuterima setahun terakhir hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari, setahun bekerja aku hanya tiga kali mengirim uang untuk ibuku di desa, itupun jumlahnya sangat sedikit, hanya Rp200 ribu per satu kali mengirim.

Ponsel ku pun masih android type rendah, foto-foto yang dihasilkan seringkali gagal. Aku hanya mampu memakai parfum murah, baju-baju hanya baju diskon di mal atau beli di pasar Jambi.

Hingga suatu hari, aku bertemu  Kak Bunga. Kak Bunga dulu sempat bekerja di toko yang sama denganku , hanya dua bulan ia  bekerja kemudian tak tahu lagi rimbanya. “Melati, kamu makin cantik! Ngapain masih kerja di sana? pindah aja, masa ga mau punya penghasilan 5 juta per bulan?,” kata Kak Bunga. 

Kata-kata Kak Bunga selalu terngiang di telingaku, dua hari dua malam aku selalu memikirkan ajakannya untuk pindah kerja ke tempatnya. Setelah dipikir-pikir, benar juga kata Kak Bunga, mau sampai kapan hidup pas-pasan begini, aku ingin punya skin care original bukan yang merkuri, aku juga ingin punya iphone, aku sangat ingin membelikan bapak di kampung sepeda motor impiannya yaitu Yamaha Jupiter, motor bapak sejak aku SD sampai hari ini memang tak pernah ganti. Pokoknya aku ingin jadi perantau sukses!

“Kak, ini aku..Melati, kak aku mau ikut kakak, aku siap berhenti di toko, aku ingin gaji Rp 5 Juta sebulan kak,” akhirnya aku hubungi Kak Bunga dengan keberanian. Sejak saat itu aku langsung diminta pindah kos bersamanya. Ia pun kemudian mulai menceritakan pekerjaan apa yang harus aku jalani. 

“Menjebak orang!” kata Kak Bunga. Tugasku adalah menunggu seseorang di kamar hotel, saat ia masuk, aku cukup tersenyum ramah, mengajak ngobrol ringan dan tunggu sampai orang itu membuka baju. Dari penugasan ini, aku mulai paham, ternyata bisnis Kak Bunga adalah komplotan sindikat aplikasi hijau atau aplikasi michat, yang menerima orderan, lalu menjebak si pemesan kemudian berujung pemerasan dan ancaman.

“Begitu para hidung belang itu membuka baju, kamu cukup berteriak sekencang-kencangnya, hingga ada ‘pasukan’ datang. Saat ‘pasukan’ tiba, kamu bisa langsung kabur duluan nanti ada yang nunggu di parkiran, urusanmu selesai, kembali ke kos!,” begitu Kak Bunga menjelaskan pekerjaanku.

Aku masih ingat, tanggal 14 Februari dan itu adalah hari pertama aku bertugas. Sangat deg-degan, aku sampai tak bisa tidur semalaman saat diberi tahu Kak Bunga bahwa itu adalah malam pertamaku bekerja, tepat di malam Valentine. 

Dan apa yang terjadi? pekerjaanku berhasil. Aku sukses berteriak sampai ‘pasukan’ datang, aku keluar dengan kondisi selamat, tanpa kurang apapun. Kak Bunga kemudian memberiku tugas kedua di malam itu juga. Katanya ada tamu berbeda, masih muda, sepertinya masih anak SMA, lagi-lagi, pekerjaanku kembali sukses. 

Sebulan bekerja dengan komplotan hijau Kak Bunga, aku berhasil gajian Rp 5 juta sesuai janjinya. Aku sangat senang, dapat tugas hanya 25 kali dalam sebulan, tapi bisa memegang uang sebanyak itu! 

Aku sangat kagum dengan pencapaianku. Aku yang dulu gugup dengan tamu pertama, kemudian bisa sedikit santai setelah beberapa kali bekerja. Aku merasa ini adalah pekerjaan paling mudah dengan hasil sebanyak ini. Apalagi para pasukan Kak Bunga juga memberiku keamanan dan kenyamanan, aku merasa dijaga tanpa kurang apapun.

Dua hari setelah gajian, Kak Bunga memanggilku. Ia memberi tawaran lebih menarik. Katanya pekerjaan ku ‘berteriak’ tetap berjalan seperti biasa, tapi aku ada pekerjaan tambahan yaitu menemani tamu di tempat hiburan malam lalu tidur dengan mereka!

Badanku langsung panas dingin mendengar tawaran Kak Bunga. Aku tak menjawab, tapi Kak Bunga tak berhenti berbicara. Katanya ini tawaran khusus, tidak semua ‘anak-anak’ dapat tawaran ini, hanya yang berkulit mulus dan muka cantik. “Satu tamu dapat tambahan bonus Rp300.000. Jika sebulan dapat 6 atau 7 tamu kan lumayan, bisa nambah pendapat 2 juta lagi,” katanya.

Aku langsung membayangkan uang Rp7 juta di tangan setiap bulan. Siapa yang bisa memberiku pekerjaan mudah seperti ini dengan penghasilan sebanyak ini. Aku yang beberapa tahun lalu masih jajan Rp5.000 per hari saat sekolah, akan bisa punya uang Rp7 juta per bulan!. “Kak aku terima tawaran kakak,” akhirnya terkirim juga pesan WA itu ke Kak Bunga lima jam kemudian. Ia memanggilku ke kamarnya yang kebetulan hanya beda lantai di kos yang sama jam 10.00 pagi, jam 15.00 sore aku langsung mengirim pesan ini. Pikirku ya kapan lagi, toh aku capek jadi orang miskin.

Tak terasa, sudah 1,5 tahun aku bekerja bersama Kak Bunga. Dan lebih tak disangka lagi, hari ini aku telah berada di sebuah ruangan kecil, panas, pengap, bau pesing dan sangat mengerikan. 

Ya, malam ini aku resmi ditahan di sebuah sel sempit. Komplotan aplikasi hijau Kak Bunga dan pasukannya berhasil dibongkar oleh pihak kepolisian. “Tamu kamu yang tadi malam, meninggal dunia, para ‘pasukan’ menghajarnya sampai tewas, aku juga ngga nyangka mereka bisa sampai sejauh itu,” begitu Kak Bunga yang satu sel denganku menjelaskan kronologinya. 

Kepalaku langsung pusing, aku meraba-raba saku celana, kemana iphoneku? ternyata sudah tak ada. Suara ibu kemudian masuk ke telinga, memanggil-manggil namaku, dan tiba-tiba semua menjadi gelap, mulut terasa pahit dan sekeliling menjadi sangat senyap… (tamat)

Note: Ini adalah cerita fiksi yang bagian tertentu diambil dari kisah nyata, jika ada kesamaan cerita itu hanya kebetulan tanpa menyinggung pihak manapun. 

Penulis: Dona Piscesika
Editor: Dona Piscesika
Sumber: Jambi Ekspres