Navarin Karim

Pesimisme Syurga (Menyimak ceramah Ustadz/Da’i)

 

Oleh : Navarin Karim

Jika kita menyimak ceramah-ceramah para ustadz, Da’I, Kiyai baik sebelum Ramadhan, maupun saat dan setelah bulan Ramadhan atau menyimak dari video dan  tiktok, ceramah-celaramahnya  berujung kepada pesimisme syurga menyebabkan audience/pendengar berkontempelasi/ muhasabah menakar kebaikan dan larangan Sar’i yang pernah dilakukan. Sebagai ummat yang beranggapan sudah menjalankan syariat Islam, kadang masih merasa pesimis apakah ibadah selama ini diterima atau tidak. Bisakah masuk syurga dengan ibadah dan amalan yang dilakukan selama masa hidup. Ada ustadz yang mengatakan tanda ibadah selama bulan puasa diterima adalah tingkat penerimaan kita terhadap kebahagiaan makin meningkat atau tidak, walau pendapatan (income) berkurang.

Kita semakin senang tanpa keterpaksaan meningkatkan amalan-amalan. Sebelum Ramadhan jarang baca alqur’an, setelah Ramadhan gemar baca Alquran. Sebelum Ramadhan hanya melaksanakan sholat wajib. Namun setelah Ramadhan, rajin melaksanakan sholat-sholat sunat sebelum sholat wajib. Juga sholat sunat setelah sholat wajib (kecuali Ashar). Bahkan masih melaksanakan sholat  duha, sholat tahajud dan sholat tobat. Namun hal ini tidak jaminan dapat menjadi “ambigu”, manakala ustadz mengemukakan mengapa doa-doa kita belum diijabah Allah? Mungkin tertib sebelum dan saat sholat belum terpenuhi, mungkin juga melaksanakan ibadah masih ada rasa keterpaksaan, hanya untuk memenuhi kewajiban, bukan pengabdian secara kaffah.  Bahkan ibadah sekedar agar dilihat masyarakat sebagai seorang muslim yang taat. Berada pada tingkat tirakatan memang perlu kekhusukan dan ibadah oriantasi pengabdian kepada Allah SWT.

Hal membuat semakin pesimis menggapai syurga jika diingatkan soal memutuskan silaturrahmi merupakan dosa besar dan ancaman neraka. Soal zina yang bukan hanya zina dengan bukan muhrim, zina bisa terjadi ketika dengan istri/suami  syah, karena adanya zina pikiran, mata dan pendengaran. Belum lagi konskuensi tidak bayar zakat fitrah dan zakat mal, tidak melakukan qurban bagi yang mampu. Soal riba dan mereka yang tidak melunasi hutang juga merupakan ancaman neraka. Rumit-rumit (pinjam istilah Jokowi), jelimet (shopisticated) bukan! Intinya materi ceramah menjadi rumit jika bersinggungan dengan larangan Allah.  Akibatnya muncul pemikiran begitu susahnya menggapai syurga. Jika sampai tahap pesimisme ini, ada semacam kekhawatiran terhadap mereka yang tipis keimanannya.  Bisa saja sikap apatisme terjadi, mudah-mudahan tidak terjebak kepada Atheis.

Dosa Nabi Adam

Nabi Adam adalah  ciptaan Allah Azza wa Jalla sebagai  manusia pertama saja berdosa, ketika berada di Syurga diperingatkan jangan memakan buah khuldi. Namun beliau dan Siti Hawa (manusia ke dua) melanggar larangan tersebut, sehingga dibuang ke bumi. Apakah beliau akan kembali ke Syurga? Saya kira tidak ada satupun orang yang tahu, karena syurga dan neraka adalah rahasia Allah. Artinya tidak ada satupun manusia yang tidak punya dosa. Sesorang yang telah tobat aapakah jaminan bisa masuk Syurga? Hak prerogatif Allah yang menentukannya. Seseorang  yang menjadi Da’i kondang saja masih dipertanyakan apakah ia jika meninggal masuk syurga atau neraka. Jika latar belakang sebelum menjadi Da’i berada dalam kehidupan kelam pernah menjadi perampok besar atau pemakai narkoba.

Walau ia sudah tobat dan menjadi Da’i. Rahasia Allah bukan. Ada joke di tik-tok seorang yang pria taat beribadah selama hidupnya, namun takut dengan istri untuk menikah lagi, ia tidak jadi masuk syurga. Ada lagi kasus pria yang sudah punya istri empat namun tidak bisa bersikap adil terhadap istri-istrinya, juga bisa masuk neraka. Rhoma Irama selaku pencipta lagu juga Da’i pernah mendapat sindiran ketika anaknya terperangkap Narkoba sementara ia berdakwah dengan lagunya  tentang Miras dan Narkotika yang disingkatnya Mirasantika. Beliau counter bahwa anak nabi Nuh saja berdosa besar tidak mau mengabdi kepada Allah.  

Sementara Nabi Nuh mengabdi kepada Allah dalam melakukan syiar agama Islam. Prinsipnya, sebagai manusia awam kita hanya “berusaha” beribadah semaksimal mungkin memenuhi kewajiban yang disyariatkan dalam Islam dan meninggalkan laranganNya. Persoalan apakah sudah benar/sempurna  atau tidak kita serahkan saja kepada Ilahi. Bukankah kebenaran absolut hanya milikNya.  Namun  tetap melaksanakan kewajiban sesuai tuntunan Alqur’an dan hadis dan jangan sampai kita melanggar, artinya kita mengeliminir bahkan menghindar dari larangan Nya.  

Satu hal lagi yang harus kita perhatikan jangan buru-buru menghakimi seseorang berdosa atau tidak kalau masih samar-samar (sumir) perbuatan sesorang menyimpang dari alquran dan hadist. Namun ada juga manusia setelah diidentifikasi melakukan perbuatan menurut Alqur’an dan hadis  berdosa, tetapi tobatnya diterima Allah Azza Wa Jalla, ia masuk syurga. Ikhtiar tetapkan kita lakukan.  Selamat bermuhasabah. Wassalam.

Penulis adalah dosen prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas hukum Universitas Jambi dan pengamat sosial politik.

Penulis: Navarin Karim
Editor: arya abisatya