Fahmi Rasid

*PANTUN* sebagai Nafas Kebudayaan

Posted on 2025-12-24 10:42:50 dibaca 92 kali

Gebyar Jambi Berpantun menghadirkan warna baru: perayaan yang bersifat partisipatif, reflektif, dan mendidik

OLEH : *Dr. FAHMI RASID* 

SEKRETARIS PUSDIKLAT LAM PROVINSI JAMBI 

DI ZAMAN arus modernisasi yang bergerak cepat, kebudayaan kerap ditempatkan sebagai romantisme masa lalu, Indah dikenang, namun pelan-pelan ditinggalkan. Banyak daerah kehilangan akar kulturalnya karena budaya tidak lagi dihadirkan dalam kebijakan publik, pendidikan, dan ruang keseharian masyarakat. 

Namun Provinsi Jambi memilih jalan berbeda. Melalui kolaborasi antara *Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Jambi dan Pemerintah Provinsi Jambi,* khususnya dalam momentum Hari Ulang Tahun Provinsi Jambi, pantun diangkat kembali bukan sekadar sebagai artefak budaya, melainkan sebagai gerakan edukasi kolektif tanda hidupnya nilai di negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Program Gebyar Jambi Berpantun 2025 yang difasilitasi LAM Provinsi Jambi dan didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Jambi merupakan langkah baru, segar, dan strategis dalam merawat adat Budayo Lamo. Ini bukan kegiatan seremonial belaka, melainkan intervensi kebudayaan yang sadar arah, menyentuh birokrasi, satuan pendidikan, sanggar adat, komunitas, hingga keluarga. Di sinilah pantun kembali menemukan ruang hidupnya: di tengah masyarakat yang terus berubah, namun tetap berakar.

Pantun, dalam tradisi Melayu, bukan sekadar rangkaian kata berima. Ia adalah media nilai, sarana menyampaikan nasihat tanpa menggurui, kritik tanpa melukai, dan kearifan tanpa meninggikan diri. Antropolog Koentjaraningrat menegaskan bahwa kebudayaan sejati bukan hanya benda atau tradisi, melainkan sistem nilai yang hidup dan diwariskan. Ketika pantun dijadikan program kolaboratif lintas institusi, sesungguhnya yang sedang dibangun adalah ekosistem kebudayaan yang hidup, bukan sekadar dilestarikan secara simbolik.

#Kebijakan Budaya yang Membumi.

Surat resmi LAM Provinsi Jambi terkait Gebyar Jambi Berpantun menunjukkan satu hal penting: kebudayaan tidak berdiri sendiri, melainkan perlu difasilitasi oleh sistem pemerintahan. Di sinilah peran Pemerintah Provinsi Jambi menjadi sangat strategis. Dukungan gubernur, pelibatan OPD, satuan pendidikan, organisasi masyarakat, hingga keluarga menandai bahwa budaya telah ditempatkan sebagai bagian dari kebijakan pembangunan manusia.

Pendekatan ini sejalan dengan RPJMD Provinsi Jambi Tahun 2025–2029, yang menekankan penguatan pembangunan sumber daya manusia, identitas daerah, dan nilai-nilai kearifan lokal sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan. 

Dalam konteks ini, program pantun bukan kegiatan insidental, melainkan implementasi nyata visi pembangunan kebudayaan daerah. Kebijakan menjadi membumi karena bersentuhan langsung dengan bahasa, etika, dan cara berpikir masyarakat.

Menurut Prof. Edi Sedyawati, pakar kebudayaan Indonesia, kebijakan budaya yang baik adalah kebijakan yang mampu menjembatani tradisi dengan tantangan zaman. Pantun dalam Gebyar Jambi Berpantun 2025 melakukan hal tersebut: tradisi lisan Melayu dipraktikkan melalui pendekatan modern, termasuk pemanfaatan teknologi digital untuk pengumpulan dan dokumentasi karya.

Lebih jauh, pendekatan ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jambi tidak memposisikan adat sebagai “pelengkap”, melainkan sebagai mitra strategis pembangunan. Kolaborasi dengan LAM Provinsi Jambi adalah bukti bahwa adat dan negara dapat berjalan seiring, saling menguatkan, bukan saling menegasikan.

#Pantun sebagai Pendidikan Karakter Berbasis Lokal.

Keterlibatan satuan pendidikan guru dan tenaga pendidik dalam program ini patut diapresiasi. Di tengah kegelisahan nasional tentang degradasi karakter, pantun hadir sebagai pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Anak-anak belajar merangkai kata, memahami makna, dan menyampaikan pesan dengan santun. Mereka belajar berpikir sebelum berbicara, menyusun maksud dengan adab.

Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sejati harus berakar pada kebudayaan bangsa. Pantun memenuhi prinsip ini. Ia mendidik kecerdasan bahasa sekaligus kecerdasan moral. Ia mengajarkan bahwa pesan yang baik harus disampaikan dengan cara yang baik, nilai luhur Melayu yang sangat relevan dengan tantangan sosial hari ini, mulai dari konflik verbal di ruang digital hingga menurunnya etika publik.

Ketika pantun masuk ke ruang kelas, ke sanggar adat, hingga ke rumah-rumah keluarga, maka sesungguhnya yang sedang terjadi adalah transfer nilai lintas generasi. Budaya tidak diajarkan sebagai hafalan, melainkan dipraktikkan sebagai pengalaman. Inilah pendidikan kebudayaan yang hidup.

#Warna Baru dalam Peringatan HUT Provinsi Jambi

Setiap peringatan hari jadi daerah sering kali identik dengan seremoni formal, panggung hiburan, dan pidato-pidato normatif. Namun Gebyar Jambi Berpantun menghadirkan warna baru: perayaan yang bersifat partisipatif, reflektif, dan mendidik.

Pantun menjadikan HUT Provinsi Jambi bukan hanya soal usia administratif, tetapi soal jati diri kolektif. Ia mengajak masyarakat bertanya: sejauh mana kita masih memegang nilai Melayu? Seberapa hidup adat dalam perilaku sehari-hari?

Dengan melibatkan ribuan pantun dari kabupaten/kota, sanggar, OPD, hingga keluarga, perayaan ini menjadi pesta budaya rakyat, bukan milik elite semata. Inilah bentuk demokratisasi kebudayaan, sebagaimana dikemukakan oleh Clifford Geertz bahwa budaya akan bertahan jika ia dipraktikkan secara luas oleh masyarakat, bukan hanya dijaga oleh segelintir institusi.

Tanda Hidupnya Melayu di Dunia Jambi

Sering kita dengar ungkapan: adat akan mati jika tidak dipakai. Program ini justru menegaskan sebaliknya adat Melayu di Jambi sedang hidup dan bergerak. Pantun tidak disimpan di buku tua, melainkan ditulis, dibaca, dipertukarkan, dan dikurasi di ruang digital, ruang publik, dan ruang sosial.

Penggunaan aplikasi dan tautan digital untuk pengumpulan pantun menunjukkan bahwa adat tidak anti teknologi. Justru teknologi dijadikan alat untuk memperluas jangkauan budaya. Inilah bentuk adaptasi cerdas, menjaga substansi sambil mengikuti zaman, sebagaimana ditegaskan UNESCO bahwa pelestarian budaya harus bersifat dinamis dan kontekstual.

LAM Provinsi Jambi, dalam hal ini, tampil bukan hanya sebagai penjaga adat, tetapi juga inovator kebudayaan. Sementara Pemerintah Provinsi Jambi menunjukkan diri sebagai fasilitator yang memahami bahwa identitas daerah adalah modal sosial yang sangat berharga dalam pembangunan jangka panjang.

#Sinergi Adat dan Negara dalam Kerangka.

Pembangunan Daerah

Kolaborasi ini menyampaikan pesan kuat: adat dan negara tidak berada di dua kutub yang berseberangan. Justru, keduanya saling membutuhkan. Negara memberikan dukungan kebijakan, legitimasi, dan sumber daya; adat memberikan nilai, etika, dan arah moral pembangunan.

Dalam konteks RPJMD Provinsi Jambi 2025–2029, sinergi ini penting untuk memastikan bahwa pembangunan tidak tercerabut dari akar budaya. Pantun menjadi jembatan yang menghubungkan kebijakan dengan kebudayaan, birokrasi dengan masyarakat, masa lalu dengan masa depan. Inilah wajah pembangunan Jambi yang berkarakter: maju tanpa kehilangan akar.

#Penutup: Merawat yang Hidup, Menyemai yang Akan Datang

Gebyar Jambi Berpantun 2025 adalah lembaran baru dalam sejarah pelestarian adat Budayo Lamo. Ia bukan sekadar program tahunan, melainkan model gerakan budaya yang dapat direplikasi dan dikembangkan. Lebih dari itu, ia adalah pernyataan sikap: bahwa Jambi memilih untuk maju dengan identitas, tumbuh dengan adat, dan berkembang dengan nilai.

Selama pantun masih dituturkan, selama nilai Melayu masih diajarkan, selama adat masih diberi ruang dalam kebijakan publik, maka Melayu akan tetap hidup di dunia Jambi. Dan dari pantun-pantun sederhana itu, kita belajar satu hal penting: peradaban besar selalu lahir dari kata-kata yang dijaga dengan adab.

Referensi :

1. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

2. Edi Sedyawati. Kebudayaan di Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu.

3. Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

4. Clifford Geertz. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books.

5. RPJMD Provinsi Jambi Tahun 2025–2029.

6. UNESCO. Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.

Penulis: Fahmi Rasid
Editor: Linnaliska
Copyright 2023 Bungopos.com

Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi

Telpon: -

E-Mail: bungoposonline@gmail.com