Mohd Haramen

Zakat : Kompas Spritual Sebagai Syarat Haji Mabrur

Oleh : Mohd Haramen

Di tengah kesibukan sehari hari, kita sering lupa bahwa hidup ini lebih dari sekadar senda gurau. Dunia hanya tempat pemberhentian sementara, bukan terminal akhir. Kita bekerja keras demi masa depan, tapi melupakan bekal untuk kehidupan setelahnya ?

BACA JUGA: Zakat Membahagiakan Petani Menyuburkan Kebun

Dua rukun Islam yang sering dianggap sebagai “tahapan akhir” dalam kehidupan beragama, zakat dan haji justru bisa menjadi kompas spiritual sejak usia muda. Bukan hanya kewajiban, keduanya adalah panggilan hati untuk memberi makna lebih pada rezeki dan perjalanan hidup kita.

Zakat: Membersihkan Rezeki, Menumbuhkan Empati

Zakat bukan sekadar angka 2,5%. Ia adalah pengingat bahwa dalam setiap rezeki kita, ada hak orang lain. Di usia produktif, saat penghasilan mulai stabil, zakat bisa menjadi bentuk nyata syukur kita kepada Allah sekaligus empati kepada sesama. Saking pentingnya zakat, Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah sebagai berikut :

> “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka...”
(QS. At-Taubah: 103)


Zakat bisa memberikan ketenangan batin.
Bayangkan, dari gaji pertama kita, sebagian kecil bisa menyambung hidup keluarga miskin, mendukung pendidikan anak yatim, atau membantu pelaku UMKM bangkit dari keterpurukan. Zakat mengajarkan kita bahwa memberi bukan karena berlebih, tapi karena peduli.

Haji: Mewujudkan Mimpi Spiritual Sejak Dini

Banyak yang menunda niat berhaji hingga usia senja. Padahal, memulai merencanakan haji di usia muda bukan hanya mungkin, tapi juga membawa banyak manfaat. Fisik yang masih kuat, semangat yang masih menyala, dan pengalaman yang mendalam—semua itu akan membuat perjalanan haji lebih bermakna.

> Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang berhaji ke Baitullah dengan tidak rafats (tidak berkata dan berbuat cabul, kotor, dan tidak jima'), dan tidak berbuat kefasikan (tidak berbuat dosa/sudah bertaubat dari dosa), maka dia akan disucikan kembali sebagaimana (seorang bayi) di hari dilahirkan oleh ibunya."
(Muttafaqun 'alaih)

 

Keterkaitan Zakat dan Haji Mabrur

Para ulama fiqih menekankan bahwa haji mabrur bukan hanya tentang pelaksanaan ritual yang benar, tetapi juga mencerminkan perubahan perilaku dan ketaatan terhadap seluruh rukun Islam, termasuk zakat. Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah, dan tanda diterimanya adalah seseorang pulang dari berhaji menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak kembali berbuat maksiat.

BACA JUGA: Ini 8 Harta yang Wajib Dizakati, Jangan Sampai Terlewat Lho !

Lebih lanjut, ulama seperti Al-Qurthubi dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah menyebutkan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri dengan dosa dan menghasilkan perubahan sikap hidup yang mendalam, termasuk menjadi lebih zuhud terhadap dunia dan merindukan akhirat.

Oleh karena itu, mengabaikan zakat dapat mencerminkan ketidakpatuhan terhadap rukun Islam lainnya, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemabruran haji seseorang. Seperti yang dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili, mereka yang enggan membayar zakat akan menghadapi hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.

Menjadi Pribadi yang Utuh

Menjadi Pribadi sukses dan taat bukanlah dua hal yang bertentangan. Justru, keduanya bisa berjalan beriringan. Zakat dan haji bukan akhir perjalanan spiritual, melainkan awal kesadaran bahwa hidup yang baik adalah hidup yang bermanfaat.

BACA JUGA: Sudah Bayar Pajak, Masih Wajib Bayar Zakat ? Begini Penjelasannya

Jangan tunggu "nanti". Jadikan hari ini sebagai titik awal. Karena sesungguhnya, keberkahan rezeki dan ketenangan jiwa dimulai dari hati yang siap memberi dan kaki yang siap melangkah menuju-Nya.

(Penulis : Wakil Ketua Baznas Kabupaten Batanghari)

Penulis: Mohd Haramen
Editor: Arya Abisatya