Fahmi Rasid

MENYELAMATKAN MARWAH PENDIDIKAN DARI BAYANG-BAYANG JUAL BELI JABATAN” “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”

Posted on 2025-12-05 10:50:06 dibaca 16 kali

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”

(Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia.) Kata : NELSON MANDELA

Oleh : Dr. Fahmi Rasid

Dosen UM. Jambi

DI TENGAH HARAPAN besar masyarakat Kota Jambi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, kabar mengenai dugaan praktik jual beli jabatan kepala sekolah kembali menyeruak ke permukaan. Isu ini bukan sekadar kabar burung yang lewat begitu saja, ia berubah menjadi bola panas yang menggelinding cepat, memicu keresahan, kekecewaan, bahkan kemarahan masyarakat yang merasa bahwa dunia pendidikan sudah seharusnya menjadi ruang paling steril dari intrik dan permainan kotor.

Nama dua kelompok yang dijuluki “Genk P” dan “Genk A” disebut-sebut mendatangi sejumlah guru yang berpotensi diangkat sebagai kepala sekolah, menawarkan jalan pintas menuju jabatan dengan imbalan uang yang nominalnya tidak tanggung-tanggung, dikabarkan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Benar atau tidak kabar tersebut, kenyataannya isu seperti ini selalu mengoyak rasa percaya publik, karena masyarakat sudah terlalu sering mendengar cerita serupa di berbagai daerah.

Dalam situasi yang sensitif ini, publik menunggu suara resmi pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Kota Jambi, untuk memberikan penjelasan yang tegas dan menenangkan. Namun jawaban Plt. Kadis Pendidikan Kota Jambi, Bapak Jaelani, SH. MH, terkesan penuh kehati-hatian. Hal ini dipahami sebagian kalangan sebagai langkah bijak agar tidak terjebak pada pernyataan sepihak yang berpotensi memicu konflik baru. Namun bagi publik, jawaban diplomatis itu juga menyisakan ruang tanya: benarkah praktik itu ada? Siapa yang diuntungkan? Sejauh mana langkah pencegahan telah dilakukan?

Dalam klarifikasinya, Bapak Jaelani menyampaikan bahwa mekanisme pengangkatan kepala sekolah saat ini TELAH BERBEDA dibandingkan masa lalu. Prosesnya sudah terintegrasi dengan sistem pusat, melalui Dapodik dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek). Para calon kepala sekolah memiliki akun masing-masing yang langsung terkoneksi dengan sistem Kemendikdasmen. Dengan kata lain, ruang intervensi manusia semakin kecil.

Meski demikian, ia juga tidak menutup kemungkinan adanya oknum yang mencoba “bermain air keruh” memanfaatkan ketidaktahuan calon kepala sekolah maupun kondisi psikologis mereka yang berharap bisa naik jenjang karier. Di sinilah akar keresahan masyarakat: bukan pada sistemnya, tetapi pada celah-celah yang mungkin masih bisa dipermainkan oleh pihak tertentu.

Namun di tengah gejolak isu yang semakin melebar, Bapak Jaelani menyampaikan pesan yang penting dan tegas, pesan yang seharusnya menjadi pegangan moral bagi seluruh guru dan calon kepala sekolah. Dalam pernyataannya, ia menekankan:

# “Intinya, jangan percayo ado iming-iming. Semua proses berjalan sesuai regulasi dan sistem dapodik Kemdikbud, dan para calon punya akun masing-masing yang terintegrasi ke sistem di Kemdikdasmen.”

Pernyataan ini tidak hanya berfungsi sebagai klarifikasi, tetapi juga sebagai peringatan keras terhadap oknum yang mencoba menakut-nakuti atau memanfaatkan kelemahan orang lain. Sekaligus menjadi ajakan kepada para calon kepala sekolah agar tidak terjebak dalam bujuk rayu mafia jabatan yang memanfaatkan situasi.

Namun, publik masih berharap lebih. Masyarakat ingin melihat tindakan konkret berupa pengawasan, transparansi, dan evaluasi yang menyeluruh. Sebab isu jual beli jabatan bukan hanya melukai martabat dunia pendidikan, tetapi juga merugikan anak-anak di sekolah yang seharusnya dipimpin oleh kepala sekolah terbaik, bukan kepala sekolah yang dipilih berdasarkan kemampuan membayar.

Jika isu ini dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian, maka luka kepercayaan akan semakin dalam. Guru-guru yang bekerja keras dan berintegritas dapat merasa tak berdaya jika proses karier mereka dianggap dapat dibeli. Masyarakat pun akan memandang bahwa dunia pendidikan tak lebih dari panggung kekuasaan yang dipenuhi kepentingan pribadi.

Padahal, jabatan kepala sekolah adalah posisi strategis yang menentukan arah masa depan ratusan bahkan ribuan anak. Seorang kepala sekolah bukan hanya administrator, melainkan pemimpin moral, teladan integritas, dan penggerak perubahan. Bila posisi itu digeser dari nilai layak dan kompeten menjadi “siapa yang mampu membayar lebih,” maka kerusakan moral yang ditimbulkan akan jauh lebih besar daripada sekadar kerugian finansial.

Dalam konteks inilah, sikap kehati-hatian Bapak Jaelani dapat dimaknai sebagai upaya menjaga stabilitas informasi agar tidak semakin liar. Ia mengingatkan bahwa staf Disdik pun telah diwanti-wanti agar tidak bermain-main dalam isu ini, karena risiko yang ditanggung sangat besar. Pesan tersebut menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan tidak tinggal diam dan menyadari potensi bahaya serius yang muncul ketika rumor seperti ini dibiarkan berkembang.

Namun, sebagai publik yang peduli pada transparansi, kita juga berharap Dinas Pendidikan melakukan langkah lebih jauh: membuka akses informasi mengenai tahapan seleksi, mempublikasikan data kandidat, dan memperkuat kanal pengaduan resmi bagi guru yang merasa menjadi korban penipuan. Transparansi adalah senjata paling efektif untuk mematikan ruang gerak “makelar jabatan.”

Selain itu, desakan dari DPRD dan para pengamat agar KPK turun tangan menunjukkan besarnya perhatian publik terhadap isu ini. Kehadiran lembaga antikorupsi dapat menjadi bentuk pengawasan eksternal yang objektif dan memberi rasa aman bahwa tidak ada penyimpangan yang akan dibiarkan tanpa penindakan.

Lebih jauh lagi, masyarakat juga harus memainkan peran penting. Kita tidak boleh membiarkan praktik seperti ini normal atau dianggap wajar. Guru, calon kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat luas harus menjadi mata dan telinga bagi dunia pendidikan. Bila ada kejanggalan, laporkan. Bila ada yang mencoba menawarkan jalan pintas, tolak. Bila ada yang mengiming-imingi jabatan instan, jangan percaya, sebagaimana pesan yang berkali-kali ditekankan oleh Plt. Kadis Pendidikan.

Pada akhirnya, opini publik ini bukan sekadar renungan, tetapi seruan moral agar dunia pendidikan Kota Jambi tidak dibiarkan terjatuh ke kubangan praktik curang yang mencederai generasi mendatang. Kita berharap isu ini menjadi momentum introspeksi dan perbaikan sistem secara menyeluruh.

Karena masa depan pendidikan adalah masa depan anak-anak kita. Dan masa depan anak-anak kita terlalu berharga untuk dipertaruhkan oleh permainan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

 

 

 

Penulis: Fahmi Rasid
Editor: Linnaliska
Copyright 2023 Bungopos.com

Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi

Telpon: -

E-Mail: bungoposonline@gmail.com